Rabu, 27 Februari 2013

Kebutaan yang Terang

      Waktu memang tak pernah berhenti, kecuali memang jam tangan yang aku kenakan menjadi sangat lambat untuk dilalui. Mungkin juga dalam hidup ini aku harus melompati 3 jarum pada jam yang akan terus berputar. Mendengarkan suara lengkingan tertawa bahwa seakan-akan dia menertawakan aku, menertawakan saat aku sudah kelelahan, kehabisan persediaan makanan, dan bosan untuk lompat lagi.
      Itu yang aku rasakan beberapa tahun lalu, aku benar-benar lelah, aku mendengar suara sahabat-sahabatku, tapi aku tak dapat melihatnya. Mereka menuntun jalanku, agar aku bisa keluar dalam ruang gelap itu, tapi aku tak menemukan tangan mereka untuk aku gapai. Seakan semakin menjauh, menjauh, menjauh dan menjauh. Aku terus berusaha meraba adakah lorong yang bisa menolongku berjalan. Tapi ternyata tidak, seakan aku hanya berjalan di ruang angkasa, gelap, dan radio dalam otakku bila aku mendengar suara mereka untuk menuntunku keluar.
      Lama aku berada disana, aku masih mencoba untuk membuat mataku terbuka, lebih terbuka dan memaksanya untuk keluar dari wajahku agar mataku ini bisa berlari mencari pertolongan. Mataku sudah terlepas, aku berusaha mencarinya. Aku lepas sepatu kesayanganku, berharap aku bisa menyentuh sesuatu, mungkin saja aku menemukan mataku. Tanganku meraba apa yang ada di kanan, kiri dan depan. Sedangkan kakiku merasakan benda dingin yang ku pijak. Sangat lama aku berada dalam hal seperti ini, dan aku lelah. Aku sudah lelah untuk mencari jalan keluar, aku lelah mencari cahaya dan mataku.
      Dalam tempat kosong ini, aku hanya menjerit. Aku tak bisa menangis lagi. Tadinya aku masih bisa menangis sebelum mata ini hilang. Aku merasakan bahwa hatiku memang benar pedih. Sangat pedih! Seharusnya memang aku tak memaksa mataku untuk mencarikanku cahaya. Aku berusaha sekuat tenaga memutar otak , memutar segala cara agak aku bisa terselamatkan. Baiklah, aku memang tak bisa menangis saat ini, tapi aku harus tetap mencari jalan keluar untuk menemui teman dan orangtuaku. Aku mulai berdiri, aku kembali meraba sekitarku, aku berusaha mendengar, mendengar suara sahabatku yang memanggilku. Aku harus ke arah suara itu. Mereka memanggilku agar aku tahu dimana pintunya.
      Dengan perlahan aku masih berusaha fokus, aku mendengar suara itu semakin dekat, mungkin aku harus berjalan lebih cepat lagi. Aku harus kedepan! Ya, di depan ada mereka. Suara ibu, suara ayah, dan aku mendengar suara adikku. Semakin lama aku mendengar suara teman-temanku. Banyak sekali, aku yakin teman-temanku berkumpul disana untuk menantiku. Aku harus mempercepat langkahku! Aku tidak boleh membiarkan mereka menunggu terlalu lama.
Aku berhenti.
Aku menyentuh sesuatu.
Hangat, lembut, dan ....
      Ada  seseorang disini. Aku meraba, meraba dan benar. Ada yang menemaniku disini! Aku sedikit bahagia, setidaknya masih ada yang menemani aku, dan aku tak sendirian lagi seperti tadi. Aku berusaha bekata padanya, tapi aku tidak bisa mengeluarkan suara! Aku tak bisa bicara!
Oh Tuhan .... apa aku kehilangan pita suaraku juga? Hampir aku jatuh terduduk. Tapi kemudian orang ini memelukku. Ingin aku tanya siapa dia, tapi aku tak bisa. Memelukku cukup lama, hingga aku bisa berdiri kembali. Kemudian dia mulai berbicara ..
Aku tak akan menyakitimu, aku mencintaimu, aku tahu kamu juga mencintaiku.
Aku mengenal suara ini, suara orang yang paling aku cintai. Dan aku kembali gembira. Aku gembira dia menolongku, walaupun saat itu dia menyakitiku..
Kemudian dia memelukku kembali. Aku merasakan saat ini aku benar-benar dilindungi olehnya. Dia menjagaku saat ini. Ya, saat ini.
      Lama dia memelukku, kemudian dia menuntunku berjalan. Aku masih merasa sangat bahagia, bahagia yang tak terbayangkan. Dan tak pernah aku rasakan. Pasti dia membantuku untuk keluar bersamanya dan berbahagia dengannya. Hatiku saat itu berbunga, mungkin lebih tepat dengan istilah kasmaran. Aku tak dapat melihat, tapi aku sangat merasakannya. Merasakan cintanya di dekatku. Aku juga sangat merasakan bahwa suara orangtua dan teman-temanku semakin samar-samar menghilang. Aku hanya sesaat terfokuskan oleh suara itu, mungkin karena aku sedang sibuk memegang tangannya. Aku tak memperdulikan lagi suara itu, yang aku pikirkan hanyalah dia yang akan membawaku keluar, nanti saat aku keluar aku akan memeluk orangtua dan teman-temanku. Bercerita tentangnya bila dia yang menolongku saat ini.
      Aku tak merasakan lelah bila ada dia disampingku. Mungkin karena perasaan senangku saat ini. Aku berhenti sejenak untuk mengambil nafas. Hirup, kemudian hembuskan. Saat aku menghembuskan nafasku aku tersadarkan, dia tak menggenggam tanganku lagi. Kemana dia? Kembali aku meraba sekitarku. Aku mencoba berjalan pelan. Tapi, kaki ini perih, suara air mulai muncul, melewati kakiku, semakin perih jika air ini semakin naik menuju lututku. Aku menyentuh air ini dan mencoba merasakannya dengan lidahku. Asin! Ini air laut. Tapi kenapa kakiku sangat perih? Lalu aku menyentuh lututku dan merasakan menggunakan lidahku. Ini darah! Kakiku berdarah! Kenapa! Sakit sekali jika aku berjalan, aku berusaha berbalik. Menahan rasa sakit di kakiku. Tapi aku sudah tak bisa lagi berjalan jika air ini semakin tinggi! Aku lelah, sakit dan perih!
      Aku terjatuh! Pingsan, basah dan dingin. Kemudian aku tak merasakan apa-apa lagi. Aku biarkan badan ini dibawa air. Air yang mungkin akan menyeretku ke tebing tinggi dekat air terjun, dan terus menyeretku turun dan menghempaskan badanku ke bawah tebing dengan batu-batu besar yang siap memecahkanku menjadi keping-keping dading asap.
      Tiba-tiba ada cahaya putih dari kejauhan, semakin mendekat dan semakin silau. Kemudian aku bisa melihat diriku sendiri. Dengan badan penuh darah dan memar biru. Apakah aku sudah mati? Apa aku benar-benar sudah dalam dunia yang berbeda? Tadinya aku masih mencari cahaya. Masih menggenggam tangannya. Masih mendengar suara mereka. Masih bisa merasakan hangat.
      Dari kejauhan aku mendengar suara tangisan, banyak tangisan. Itu yang sangat meyakinkan aku bila aku sudah akam on the way menuju neraka. Tuhan, maafkan aku. Tetapi aku salah. Ternyata semua teman-temanku, orangtuaku, keluargaku. Berlari menuju badanku terkulai..
      Berlari dengan sekujur tubuh penuh luka lebam. Apa mereka semua mencoba ikut ke neraka bersamaku? Apa hanya aku yang berpikiran bodoh saat sudah mati? Aku mulai binggung dengan situasi seperti ini. Aku harus menjadi gila atau menjadi hantu. Setelah lama aku melihat mereka aku tahu, bahwa mereka tidak bisa menuntunku ke jalan keluarnya. Mereka sudah lelah berteriak agar aku mendengar. Tapi aku menghiraukannya. Kehilangan pita suaranya juga, sama sepertiku. Tapi mereka masih bisa mengejarku. Mereka rela sakit, luka, mati hingga aku selamat. Agar aku tidak jatuh dalam tempat yang lebih dalam lagi. Meskipun akhirnya nanti mereka akan benar-benar kehilanganku, setidaknya mereka masih memperdulikanku untuk yang lebih baik. Dan aku melihat itu.
      Aku juga melihat, yang sangat jelat terlihat adalah ibuku. Tangisannya, lukanya dan sedihnya akan kehilanganku. Kemudian aku memikirkan kembali saat masa kecilku. Bagaimana seorang ibuku ini menjagaku, mencari uang untuk membelikanku susu. Menjual apa saja yang memungkinkan bisa di jual. Rela tidak makan hanya untuk aku, agar aku bisa makan bergizi. Sedangkan ibu hanya makan nasi kemarin yang sudah dikeringkan kemudian dimasak kembali. Tapi aku egois. Aku makan nasi yang baru ibu beli di pasar! Itu saja aku tak mau menghabiskan, dan ibu juga yang memakan habis sisa makananku. Aku jahat!
Setelah besar aku tidak mau diatur. Aku ingin bebas bu .. aku ingin seperti teman yang lain. Bermain hingga hatinya puas. Aku salah, maaf bila aku tak mengetahui bahwa aku memang sangat mengkhawatirkanmu bu.. aku baru mengetahui saat ini bahwa di luar sana memang menyakitkan. Maaf aku tak pernah mendengarkanmu. Aku hanya menganggap angin lalu saat ibu memarahiku. Maafkan aku bu... Saat aku dewasa aku sudah mengenal lelaki. Lelaki yang sangat aku cintai. Setiap hari aku mengucapkan sayang padanya. Tapi aku tak pernah berkata padamu bu .. Aku tak pernah bilang di hadapanmu Aku mencintaimu bu ... dan saat ini aku hanya bisa meminta maaf.
      Kemudian melihat sesosok ayah. Di waktu kecil ayah yang merawatku. Membersihkan kotoranku saat aku masih bayi, memandikanku, menggendongku sampai aku tertidur, rela lumpuh setengah badan karena terlalu sering menggendongku agar aku tidur. Maaf ayah, bila aku tahu itu berat untukmu aku pasti tidur di kamar sendiri. Saat hujan badai masih rela bekerja jauh, mencari pekerjaan di luar kota hanya untuk mencukupi kebutuhan giziku. Aku ini benar-benar egois.. Berusaha membimbingku dengan keras, dulunya memang aku menganggap itu sebagai momok. Tapi aku sekarah sudah mengerti apa maksud ayah mendidikku seperti itu, agar kelak aku bisa membimbing adikku dan membahagiakan orangtua. Aku juga tak pernah berkata dihadapanmu ayah jika Aku mencintaimu .. Sangat mencintaimu . teringat jika ayah berkata Nanti kalau kamu sudah sukses, ayah nggak mau pakai uangmu. Meskipun nanti kamu sudah berhasil lalu lupa pada ayah, ayah sudah cukup bahagia melihatmu bahagia
      Dan kemudian saudaraku yang sangat aku sayangi. Meskipun kita sering bertengkar, aku sayang padamu. Sangat sayang padamu. Maaf jika aku pernah egois tidak mau mengalah padamu. Dan maaf juga bila aku pernah membuatmu menangis karena aku marah padamu. Maaf jika saat itu aku pernah bertanya yang mungkin tak pelu ditanyakan Kalau kakak mati, kamu gimana? Maafkan aku ya, sampai saat ini aku masih belum jadi kakak yang terbaik untukmu. Aku mencintaimu ..
      Teman-teman terbaikku. Maaf teman, jika aku adalah orang yang sangat menyebalkan, merepotkan dan menyusahkan untukmu. Mulai dari masa perkenalan hingga akhirnya aku pergi, ini sangat menyenangkan. Mungkin saat ini aku sudah tidak bisa bercerita apa yang aku alami lagi. Bahkan saat ini aku tidak bisa bercerita kisahku saat ini. aku ingin kembali bersama kalian, aku ingin tertawa bersamakalian kembali. Aku tak ingin pergi. Kita sering bersama, tapi aku juga tidak pernah mengucapkan Aku mencintai kalian .. Maaf jika kepergianku ini tidak aku bicarakan kepada kalian terlebih dahulu. Aku disini melihat kalian, mencintai kalian semua yang aku kenal. Dan aku bahagia..
Aku sangat bahagia memiliki orang seperti kalian. Aku sudah terseret jauh dalam buih air. Tapi semua kenangan tentang kalian tidak akan pernah aku lepaskan walaupun aku menghantam batu karang ini.

@aisyaahandayani

Jumat, 22 Februari 2013

Rapuhnya Sayapku


Tersenyumlah saat kau mengingatku , karena saat itu aku sangat merindukanmu ..

Dan menangislah saat kau merindukanku , karena saat itu aku tak berada di sampingmu .

Tetapi , pejamkanlah mata indahmu itu . karena saat itu aku akan terasa ada di dekatmu . karena aku telah berada di hatimu untuk slamanya .

Tak ada yang tersisa lagi untukku , selain kenangan kenangan yang indah bersamamu ..

Mata indah yang dengannya aku biasa melihat keindahan cinta , mata indah yang dahulu milikku ..  Kini semuanya terasa jauh meninggalkanku .

Kehidupan terasa kosong tanpa keindahanmu . hati , cinta dan rinduku adalah milikmu .

Cintamu tak akan pernah membebaskanku , bagaimana mungkin aku bisa terbang mencari cinta yang lain ? saat sayap sayapku telah patah karenamu ..

Cintamu akan tetap tinggal bersamaku , hingga akhir hayatku .

Dan setelah kematian ..

Hingga tangan tuhan akan menyatukan kita lagi .

Betapapun hati telah terpikat pada sosok terang dalam kegelapan . Yang telah menghidupkan sinar redupku, namun tak dapat menyinari, dan menghangatkan perasaanku yang sesungguhnya .

Aku tak pernah bisa menemukan cinta yang lain, selain cintamu .

Karena mereka tak tertandingi oleh sosok dirimu dalam jiwaku ..

Kau takkan pernah terganti ,bagai pecahan logam , mengekalkan , kesunyian , kesendirian , dan kesedihanku .

Kini aku tlah kehilanganmu :')

@aisyaahandayani